SorSinggih Basa Bali ini merupakan sebuah aturan penggunaan kata (kruna) dalam Bahasa Bali tergantung siapa yang diajak bicara atau dimana kata/kalimat itu disampaikan. Bahasa Bali memang memiliki bahasa halus dan kasar, seperti daerah lainnya, ditambah lagi Bahasa Bali memiliki Sor Singgih. Berdasarkan berbagai sumber, berikut ini 7 jenis atau tingkatan sebuah kata (kruna) dalam Basa (bahasa) Bali yaitu: Basa Alus Singgih; Basa Alus Madia; Basa Alus Sor
JualProduk Tanaman Bougenville Ungu Termurah dan Terlengkap Oktober 2021 | Bukalapak. Bugenvil (Bougainvillea sp.) - Tanaman Hias Lanskap. Promo Bunga Bougenville 2 Warna - Kota Batu - bibit buah kemarin sore | Tokopedia. 12 Varietas Bugenvil yang Berwarna Cerah dan Tumbuh Rimbun. Bikin Adem dan Cantik Rumahmu
21.3.2 Menurut Jaman. a. Sastra Bali Purwa (klasik,kuna) Kesusastraan Bali Purwa, ialah kesusastraan yang telah diwarisi sejak jaman lampau dan lekat sekali kaitannya dengan Pustaka Suci Agama Hindu, misalnya : Buku-buku Weda, yang telah menjelma menjadi kesusastraan Nusantara Kuna diantaranya Kesusastraan Bali Purwa.
Berikutadalah pembagian terhadap tingkatan-tingkatan bahasa bali menurut Sor-Singgihnya yang terdiri dari : 1. Basa Kasar ,Kasar Pisan/ Kasar Jabag 2. Basa Andap 3. Basa Madia 4. Basa Alus, Alus Sor, Alus Mider, dan Alus Singgih 5. Basa Mider Pembahasan Basa Kasar Basa kasar adalah tingkatan bahasa bali yang memiliki rasa bahasa paling bawah.
SorSinggih Basa Bali Istilah Indonesia - Bali di Tokopedia â Promo Pengguna Baru â Cicilan 0% â Kurir Instan.
SorSinggih Basa Bali di Tokopedia â Promo Pengguna Baru â Cicilan 0% â Kurir Instan. Beli Sor Singgih Basa Bali di m buku bali. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia! Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Atur jumlah dan catatan.
LOwY1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menguraikan jenis tingkat tutur sor singgih bahasa Bali pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Subjek penelitian ini adalah tuturan pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Objek penelitian ini adalah tingkat tutur sor singgih bahasa Bali yang berupa kata dan kalimat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode transkrip data dan metode wawancara. Analisis yang digunakan dalam penelitian, yaitu identifikasi data, reduksi data, mengelompokkan data, deskripsi data, dan kesimpulan. Data yang diperoleh sebanyak 228 data tuturan, terdapat 20 tuturan 9% termasuk ke dalam basa alus singgih, 46 tuturan 20% termasuk ke dalam basa alus madia, 16 tuturan 7% termasuk ke dalam basa alus sor, 108 tuturan 51% termasuk ke dalam basa andap dan 30 tuturan 13% termasuk ke dalam basa kasar serta 8 tuturan tidak teridentifikasi jenis tingkat tuturnya. Dominasi tuturan dalam tingkat tutur basa andap lebih banyak dipengaruhi oleh kaitan pementasan arja tersebut yang dipentaskan dalam rangka kaitan dengan bulan bahasa Bali tahun 2020. Pesan yang diutamakan dalam pementasan arja tersebut adalah bagaimana melestarikan bahasa Bali agar generasi muda tidak malas dan takut berbahasa Bali. Jadi pilihan jenis tingkat tutur sor-singgih bahasa Bali yang sesuai dengan kondisi tersebut dan keberterimaan dengan situasi penutur saat ini adalah tingkat tutur basa andap yang lumbrah digunakan ketika berkomunikasi sehari-hari dan tidak terikat dengan kedudukan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 52 JURNAL PENDIDIKAN BAHASA BALI UNDIKSHA VOL. 8 No. 2, Th. 2021 2021 p-ISSN 2614-1914 cetak dan e-ISSN 2599-2627 online Tersedia online di TINGKAT TUTUR BAHASA BALI DALAM DIALOG SENI ARJA SEKAA ARJA WIDYA AKSARA Received 03 Juni 2021; Revised 12 Juni 2021; Accepted; 29 Juni 2021 Permalink/DOI SG Laksmi Widi Candra Astiti1, Ida Bagus Rai2, I K. Paramarta2 123Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja e-mail sglaksmiwidicandraastiti07 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menguraikan jenis tingkat tutur bahasa Bali pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Subjek penelitian ini adalah tuturan pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Objek penelitian ini adalah tingkat tutur bahasa Bali yang berupa kata dan kalimat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode transkrip data dan wawancara. Data yang diperoleh sebanyak 228 data tuturan, terdapat 20 tuturan 9% termasuk ke dalam basa alus singgih, 46 tuturan 20% termasuk ke dalam basa alus madia, 16 tuturan 7% termasuk ke dalam basa alus sor, 108 tuturan 51% termasuk ke dalam basa andap dan 30 tuturan 13% termasuk ke dalam basa kasar serta 8 tuturan tidak teridentifikasi jenis tingkat tuturnya. Dominasi tuturan dalam tingkat tutur basa andap lebih banyak dipengaruhi oleh kaitan pementasan arja tersebut yang dipentaskan dalam rangka kaitan dengan bulan bahasa Bali tahun 2020. Pesan yang diutamakan dalam pementasan arja tersebut adalah bagaimana melestarikan bahasa Bali agar generasi muda tidak malas dan takut berbahasa Bali. Jenis tingkat tutur bahasa Bali yang sesuai dengan kondisi dan situasi penutur saat ini adalah tingkat tutur basa andap yang lumbrah digunakan ketika berkomunikasi sehari-hari dan tidak terikat dengan kedudukan. Kata Kunci tingkat tutur, bahasa Bali, seni arja Abstract This study aims to explain and describe the types of speech levels of Balinese in the dialogue of arja sekaa arja widya aksara dancers. This research uses descriptive-qualitative research methods. The subject of this research is a speech on the dialogue of arja sekaa dancer arja widya aksara. The object of this research is the speech level Balinese in the form of words and sentences. The research method used is the method of data transcripts and interview methods. The data obtained were 228 speech data, there were 20 utterances 9% basa alus singgih, 46 utterances 20% basa madia, 16 speeches 7% basa alus sor, 108 speeches 51% basa andap and 30 utterances 13% basa kasar and 8 speech levels are not identified. The dominance of speech in the andap level is more influenced by the connection between the arja performance which is staged in relation to the Balinese month of 2020. The message that is prioritized in the arja performance is how to preserve the Balinese language so that the younger generation is not lazy and afraid to speak Balinese. The type of speech level in Balinese that is in accordance with these conditions and the acceptance and current situation of speakers is the level of basa andap which is commonly used when communicating daily and is not tied to the position. Keywords speech level, balinese, arja art Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 53 PENDAHULUAN Dominasi dan gengsi penggunaan bahasa nasional dan bahasa asing terhadap bahasa daerah, salah satunya bahasa Bali menyebabkan perkembangan bahasa Bali semakin lamban. Kekayaan ragam dan ranah pemakaian bahasa Bali juga mengalami penurunan dan penyempitan Tantra, 2006. Bahkan bahasa Bali termasuk dalam tingkat bermasalah in trouble proses penerusan bahasa Bali antar generasi tidak berjalan dengan baik, bahasa Bali tidak lagi diajarkan sebagai bahasa ibu oleh orang tua kepada generasi penerusnya Eberhard, Gary, Charles, 2021. Kenyataanya yang sering ditemukan adalah sebagian besar penutur bahasa Bali yang merasa sulit berkomunikasi ketika menggunakan bahasa Bali. Penutur muda bahasa Bali lebih fasih berbahasa Indonesia atau bahasa asing karena bahasa Bali dianggap sebagai bahasa yang tidak bergengsi dan jauh dari kehidupan modern, khususnya kehidupan perkotaan dan pariwisata. Apalagi penggunaan bahasa Bali yang mengandung tingkatan tutur bahasa halus basa alus sudah sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya, kemampuan berbahasa Bali yang baik dan benar yang sesuai dengan tatanan bahasa dari para penutur bahasa Bali menjadi sangat kurang. Bahasa Bali memiliki tingkat tutur dengan kompleksitas dalam penggunaannya karena adanya sor singgih yang ditentukan oleh pembicara, lawan bicara, dan hal-hal yang dibicarakan Medera, 2003. Walaupun bahasa Bali saat ini jarang digunakan dan ditemui dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa Bali biasanya masih bisa dijumpai dalam berbagai kegiatan adat, upacara keagamaan, dan ceramah agama atau dharma wacana. Selain kegiatan tersebut, terdapat ranah-ranah tertentu yang masih menggunakan bahasa Bali dengan beragam tingkat tuturnya, yaitu dalam berbagai pementasan karya seni, salah satunya pementasan seni arja. Kompleksitas dalam pemakaian tingkat tutur khususnya dalam karya seni telah menarik sejumlah peneliti untuk melakukan kajian terhadap ranah bahasa tersebut. Rizky dan Puspitorini 2019 mengkaji tingkat tutur bahasa Jawa dalam film Kartini. Masyarakat Jawa dalam film tersebut masih menggunakan tingkat tutur ngoko dan kromo sebagai bentuk penghormatan ketika berkomunikasi dengan seseorang dari keturunan bangsawan. Peneliti selanjutnya Winarsa 2018; Pratiwi 2016; dan Meliningsih 2016 mengkaji tingkat tutur anggah-ungguhing bahasa Bali dalam karya seni pertunjukan wayang, naskah drama, dan cerita pendek. Keempat penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama mengkaji tentang tingkat tutur yang terdapat dalam karya seni, tetapi jenis karya seni yang menjadi subjeknya berbeda-beda. Perbedaan jenis karya seni yang berbentuk film, wayang, drama, dan cerpen dengan seni arja merupakan peluang untuk melakukan penelitian ini karena setiap jenis karya seni dipastikan memiliki karakteristik dalam pemakaian ragam-ragam bahasanya. Keempat penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang tingkat tutur pada pada karya seni. Namun jenis karya seni yang dikaji berbeda-beda dan tidak ada yang meneliti tentang pemakaian tingkat tutur dalam pementasan karya seni arja khususnya pada aspek anggah-ungguhing bahasa Balinya. Perbedaan jenis karya seni yang dikaji merupakan peluang untuk melakukan penelitian ini karena setiap jenis karya seni dipastikan memiliki karakteristik dalam pemakaian ragam-ragam bahasanya. Selain itu, dalam pementasan seni arja yang kental dengan cerita panji istana sentris lekat dengan penggunaan berbagai jenis tingkat tutur bahasa Bali dengan beragam kompleksitasnya yang sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan itulah peneliti tertarik menganalisis tingkat tutur bahasa Bali dalam pementasan arja. Terminologi tingkat tutur awalnya dicetuskan oleh Geertz 1960 dalam mengkategorikan etika tutur dalam masyarakat Jawa. Selanjutnya Martin 1964 yang mengkaji tingkat tutur pada masyarakat Jepang dan Korea. Martin menyimpulkan ada dua tipe honirifik penghormatan pada kedua bahasa tersebut, yaitu honorifik petutur penerima/ lawan bicara dan honorifik acuan/referent. Tingkat tutur dalam bahasa Bali yang terkait dengan bentuk dan fungsi sosialnya juga telah dikaji oleh sejumlah ahli dengan menggunakan istilah, sistem, serta model yang berbeda. Kersten 1970 menggunakan istilah warna bahasa Bali, Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 54 sementara Bagus 1981 dan Suasta 2001 menggunakan istilah sor singgih dan anggah-ungguhing basa. Tingkat tutur di Bali merupakan hal yang menarik karena bahasa Bali memiliki bentuk tuturan yang bertingkat-tingkat menurut kesopanan. Kesopanan tersebut ditunjukkan dengan cara berperilaku dan bahasa yang digunakan saat bertutur. Tingkat tutur merupakan bentuk tutur bertingkat menurut kesopanan yang awalnya tingkat tutur menjadi sebuah tanda dalam tingkat sosial atau perbedaan wangsa. Tingkat tutur berfungsi sebagai salah satu bagian dari sebuah etika dalam berbicara. Tingkatan bahasa Bali tidak hanya digunakan untuk menghormati kasta wangsa tertentu saja, tetapi juga untuk menghormati orang yang kita patut hormati seperti orang tua, orang yang baru dikenal, atasan, guru, dosen dan lain sebagainya. Penggunaan bahasa kasar cenderung digunakan pada saat situasi berkelahi/bertengkar atau mencaci-maki yang biasa dipakai berbicara oleh orang yang sedang marah, dengki, jengkel, dan mangkel. Suwija, 201457 Medera dkk 20038 mengkaji tingkatan bahasa Bali sor singgih secara terperinci mulai dari satuan kata, kalimat, dan wacana dengan batasan yang jelas. Kemampuan dalam menggunakan kata-kata bahasa Bali akan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa sesuai dengan tingkatan bahasa Bali. Adapun rasa kruna bahasa Bali berdasarkan tingkatan kata bahasa Bali yaitu 1 kruna alus madia, 2 kruna alus singgih, 3 kruna alus sor, 4 kruna mider 5 kruna andap, dan 6 kruna kasar. Kesesuaian pilihan kata dalam penggunaan kalimat akan menentukan nilai rasa kalimat yang sesuai dengan tingkatan bahasa Bali. Menurut Putrayasa 20091 kalimat adalah satuan bahasa yang terkecil berupa klausa, yang dapat berdiri sendiri dan mengandung pikiran yang lengkap. Klausa dalam kalimat bahasa Bali tentu memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan tingkatan bahasa Bali. Adapun rasa kalimat bahasa Bali dapat dibagi menjadi lima yaitu 1 Lengkara alus singgih, 2 Lengkara alus madia, 3 Lengkara alus sor, 4 Lengkara andap, 5 Lengkara kasar. Menurut Narayana 198310 tingkatan bahasa Bali merupakan keadaan pelapisan masyarakat Bali yang terdiri dari sistem wangsa yang mengendap pada derajat keturunan dan status kedudukan di masyarakat, umur, terpelajar, kekayaan atau kelas elite masa kini yang mempunyai pengaruh besar terhadap bahasa Bali yang digunakan dalam berkomunikasi. Adapun tingkatannya dapat dibagi menjadi empat, yaitu 1 Basa kasar, 2 Basa andap, 3 Basa madia, 4 Basa alus. Menurut Tim Peneliti Fakultas Universitas Udayana 1978-18791 tingkatan bahasa Bali pada dasarnya merupakan bahasa kasar dan bahasa alus dalam pemakaiannya yang dihubungkan dengan stratifikasi sosial masyarakat yang dikenal dengan sebutan kasta wangsa. Pemilihan tingkat bahasa Bali yang digunakan pada saat berkomunikasi dibedakan menjadi tiga, yaitu 1 Basa Bali alus, 2 Basa Bali madia, 3 Basa Bali kasar. Peneliti menggunakan pendapat Putrayasa 20091 sebagai acuan dalam penelitian ini. Putrayasa menjelaskan bahwa struktur pola kalimat yang ada dalam bahasa Bali dalam penggunaannya harus tepat disamping juga memperhatikan aspek sosiolinguistik yang berkaitan dengan nilai tingkat bahasa Bali. Kalimat merupakan satuan bahasa yang terkecil berupa klausa, yang dapat berdiri sendiri dan mengandung pikiran yang lengkap. Dari pikiran yang tepat dapat memberikan arahan kepada orang yang menggunakan kalimat sehingga mudah dimengerti oleh orang lain. Putrayasa membagi rasa kalimat bahasa Bali menjadi lima yaitu 1 Lengkara alus singgih, 2 Lengkara alus madia, 3 Lengkara alus sor, 4 Lengkara andap, 5 Lengkara kasar. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis jenis tingkat tutur sor singgih pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Tujuan penelitian adalah menjelaskan dan menguraikan jenis tingkat tutur sor singgih pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai jenis tingkat tutur yang digunakan pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara sebagai rujukan penggunaan tingkat tutur bahasa Bali yang baik dan benar berdasarkan acuan sor singgih. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 1 rancangan penelitian, 2 subjek dan objek penelitian, 3 variabel penelitian, 4 instrumen pengumpulan Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 55 data, 5 metode dan teknik analisis data. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian adalah pembicaraan pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah tingkat tutur sor singgih yang berupa kata dan kalimat. Proses pengumpulan data dalam penelitian menggunakan dua metode yaitu transkripsi data dan wawancara. Metode transkripsi data merupakan uraian yang berbentuk tulisan yang sangat lengkap mengenai tentang apa yang dilihat dan didengar langsung atau berupa rekaman. Metode transkripsi data dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan handphone yang digunakan untuk merekam video dan suara pementasan arja di gedung Ksirarnawa Art Center Denpasar pada saat acara bulan bahasa Bali. Sebelum peneliti meneliti keberadaan tingkat tutur dalam pementasan arja, rekaman percakapan dari dialog penari arja yang telah diperoleh kemudian ditranskripsi menjadi bahasa tulis hingga mendapat data berupa jenis tingkat tutur pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Metode wawancara dilaksanakan jika metode transkrip data tidak mendapatkan informasi, berupa daftar pertanyaan yang ditujukan kepada salah satu penari dalam sekaa arja widya aksara dan menggunakan handphone sebagai perekamnya. Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kartu data, tata cara menggunakan kartu data yaitu yang pertama mentranskrip rekaman tuturan dialog penari arja menjadi data tulisan, memilah tuturan, mengelompokkan tuturan berdasarkan jenis tingkat tutur pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Analisis data yang digunakan dapat dibagi menjadi lima, yaitu 1 identifikasi data, 2 reduksi data, 3 mengelompokkan data, 4 deskripsi data, 5 kesimpulan. Langkah pertama dilaksanakan identifikasi data, dimana data yang diperoleh berupa rekaman atau video tersebut didengar serta diperhatikan bahasa yang digunakan dalam dialog penari arja sekaa arja widya aksara agar dapat mendapatkan data-data yang diinginkan. Langkah kedua melaksanakan reduksi data, dimana data tersebut dipilah sesuai rumusan masalah. Langkah ketiga melaksanakan klasifikasi data, dimana data yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan rumusan masalah. Langkah keempat melaksanakan deskripsi data, dimana data yang sudah dikumpulkan dan dikelompokkan akan dideskripsikan dan disusun secara sistematis serta dipaparkan dan ditulis dengan baik. Langkah terakhir adalah menyimpulkan, dimana data yang diperoleh disimpulkan hingga mendapat kesimpulan yang sangat baik. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang didapat pada penelitian ini berupa tingkat tutur sor singgih yang digunakan dalam dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Peneliti menggunakan pendapat Putrayasa 20091 sebagai acuan dalam menganalisis tingkat tutur sor singgih bahasa Bali. Tabel 1. menunjukkan jenis-jenis tingkat tutur sor singgih yang digunakan dalam dialog penari arja sekaa arja widya aksara. Jenis tingkat tutur yang digunakan dalam dialog penari arja sekaa arja widya aksara ada tiga, yaitu 1 Basa Alus, 2 Basa Andap, dan 3 Basa Kasar. Tingkat tutur Basa Alus disusun dari kalimat atau lengkara alus singgih yang terdiri dari kata atau kruna alus singgih, kruna mider, kruna alus mider; kalimat atau lengkara alus madia yang terdiri dari kata atau kruna alus madia, kruna alus mider, kruna mider, kruna andap; kalimat atau lengkara alus sor yang terdiri dari kata atau kruna alus sor, kruna alus mider, kruna mider, kruna andap. Tingkat tutur Basa Andap disusun dari kalimat atau lengkara andap yang terdiri dari kruna andap dan kruna mider. Tingkat tutur Basa Kasar disusun dari kalimat atau lengkara kasar yang terdiri dari kruna kasar, kruna mider, dan kruna andap. Tingkat tutur basa alus merupakan bahasa yang tingkatannya paling tinggi karena basa alus memiliki nilai rasa menghormati yang tinggi dan dapat menumbuhkan perilaku yang memiliki nilai, norma, moral, sopan santun dalam berbahasa. Basa alus disusun oleh lengkara alus singgih yang terdiri atas kruna alus singgih, kruna mider, dan kruna alus mider. Terdapat 20 tuturan dialog penari arja sekaa arja widya aksara yang menggunakan basa alus singgih. Penggunaan tingkat tutur basa alus muncul ketika penari Condong yang menjadi pelayan berbicara dengan Galuh Manis yang mempunyai kedudukan sebagai mekel menggunakan basa alus singgih tuturan 1; ketika Punta yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja menggunakan basa alus singgih Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 56 tuturan 11; Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu berbicara dengan Desak Rai yang menjadi abdi tuturan 155; ketika Desak Rai yang menjadi pelayan berbicara dengan Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu tuturan 156 dan 192. Tuturan 1 âSukawirya manah titiange lakunang jani, ri sasukaning dados pengayah, iriki kawentenan ring tapining wana abramaya. Ngiring sapemargan dane Mekele Luh, duh dewa ratuâŠ, kawentenan dane mekele luh pinaka wikan ring sajeroning sastra, napi malih dane mekele luh akeh ngemit kawentenan leluhur napi-napi sane kaicen dumun, inggihang basa, sastra. Nah nah ngudiang dewek padidi ngamelmel. Pinih becik mangkin tangkil dane makele luh. Iihhh dewa ratu⊠Inggih dane mekele luh santukan sampun nunggal acara sang hyang baskara dipati durus-durus medal dane mekele luhâ. Pikiran saya sangat bahagia saat ini, semenjak menjadi abdi, di sini tepatnya di pinggir hutan Abramaya. Menjadi abdi beliau Mekele Luh, ya Tuhan keberadaan beliau Mekele Luh yang memahami sastra, apalagi Mekele Luh banyak mewarisi peninggalan para pendahulu terutama terkait bahasa dan sastra. Ya kok saya berbicara sendiri. Lebih baik sekarang menghadap beliau Mekele Luh. Ya TuhanâŠyang saya hormati Mekele Luh, karena matahari sudah bersinar silahkan Mekele Luh hadir keluarâ. Tuturan 11; âRatu agung jagi medal?â Ratu agung mau keluar?. Tuturan 155; âYen ba semeng-semeng bangun, sapunapi ida dane sareng sami ring jaboan?â Kalau sudah pagi-pagi bangun, bagaimana masyarakat semua di luar?â. Tuturan 156; âSampun makeh semeton riki nyantosangâ Sudah banyak saudara disini menungguâ. Tuturan 192; âSayuakti, sira sane nenten uning samian di jagate, hotel dipinggir pantai nika sira madue?â Benar, di dunia ini siapa tidak tahu hotel dipinggir pantai itu siapa punya? Data-data tuturan di atas termasuk jenis tingkat tutur basa alus karena pada tuturan 1 terdiri dari kalimat atau lengkara alus singgih yang disusun oleh kruna alus singgih seperti kata iriki, ngiring, dane, ratu, wikan, kaicen; kruna mider seperti kata basa, sastra, ngudiang, ngamelmel; kruna alus mider seperti kata dados, ring, wana, napi, malih, akeh, sane, dumun, pinih, becik, mangkin, inggih, santukan, sampun, medal. Tuturan 11 disusun oleh kruna alus singgih seperti kata ratu, medal. Tuturan 155 disusun oleh kruna alus singgih seperti kata ida, dane; kruna alus mider seperti kata sareng, sami, ring. Tuturan 156 dan 192 disusun oleh kruna alus singgih seperti semeton, uning; kruna mider seperti kata nika; kruna alus mider seperti kata sampun, makeh, riki, nyantosang sayuakti, sira, sane, nenten. Beberapa data yang sudah dipaparkan tersebut menjadi ciri bahwa basa alus singgih digunakan untuk berbicara dengan orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi atau golongan Tri wangsa. Tingkat tutur basa alus madia merupakan bahasa yang tingkatannya ditengah-tengah karena basa alus madia dapat digunakan ketika berbicara dengan wangsa yang lebih tinggi, sesama Tri wangsa, dan wangsa yang lebih rendah yang patut dihormati. Basa alus madia disusun oleh lengkara alus madia yang terdiri atas kruna alus madia, kruna alus mider, kruna mider dan kruna andap. Terdapat 46 data tuturan dialog penari arja sekaa arja widya aksara yang menggunakan basa alus madia. Penggunaan tingkat tutur basa alus madia muncul ketika penari Wijil yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Punta yang sama menjadi abdi parekan dari Mantri Buduh menggunakan basa alus madia tuturan 36, 97, 144; Desak Rai yang menjadi pelayan berbicara dengan Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu menggunakan tuturan 154 dan 174. Tuturan 36; âOoo nak latihan ne menek orahina keto. Kewala ne adane ciri tawang beli. Alit-alite, nik-nike dini mabalih, nyak mabalih ane madan kesenian arjaâOoo orang latihan ini disuruh naik gitu. Tapi ini namanya ciri tau kak. Anak-anak disini nonton, mau nonton yang namanya kesenian arjaâ. Tuturan 97; âNgudiang sing ada tepuk tangan. Tumben jani icen tepuk tangan jak ibuk Gubernur. âBuk, benjang undang malih tiang nggihâ Kenapa tidak ada yang tepuk tangan. Tumben baru sekarang diberi tepuk tangan sama ibu Gubernur. Buk, besok undang saya lagi yaâ Tuturan 114; âNggih niki beli terlambat beli teka, beli uling dija ladne asal belie? Orientasi basa Bali yang baik dan benar to adalah Klungkung. Peradaban suba membuktikan, sangkal-sangkaling luungne basa di Klungkung to ada himbuhan berjegâ. Benar ini kakak saya. Tadi kakak terlambat, dari mana sebenarnya asal kakak?. Orientasi bahasa Bali yang baik dan benar itu adalah Klungkung. Peradaban sudah membuktikan, saking bagusnya bahasa di Klungkung itu ada himbuhan berjegâ.Tuturan 154 âSinampura Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 57 nggih niki nak orin tiang maboreh semeng-semeng harus maboreh harus minum obat, nak pelih nak sing minum obat minume cacakan boreh minume. Tu, ten kenten yen dados anak bajang harus semeng-semeng bangunâ Maaf ya ini sudah saya beritahu luluran pagi-pagi harus luluran harus minum obat, orang bukan obat yang salah yang diminum tumbukan boreh yang diminum. Tu, tidak begitu kalau jadi anak gadis harus pagi-pagi bangunâ. Tuturan 174 âWe..jeg sing dadi keto, pang kenken atu yen dados anak istri pang alep apik kenten nae. Jeg cara ngulah kedis dicarik misi keded-kededâ. hee⊠tidak boleh begitu, biar gimana atu jadi anak gadis biar alep apik gitu nae. Malah kayak ngusir burung di sawah berisi ngandet-ngandetâ Data-data tuturan di atas termasuk jenis tingkat tutur basa alus madia karena terdiri dari kalimat atau lengkara alus madia yaitu pada tuturan 36 disusun oleh kruna alus mider seperti kata alit-alit; kruna mider seperti kata menek, keto, kewala, tawang, beli, dini, mabalih, ane, madan, arja. Tuturan 97 disusun oleh kruna alus madia seperti kata nggih; kruna alus mider seperti kata malih, benjang; kruna andap seperti kata sing, ada, jani. Tuturan 114 disusun oleh kruna alus madia seperti kata nggih; kruna mider seperti kata niki, dija; kruna andap seperti kata tiang, tuni, beli, teka, uling, suba, sangkal, di, ada. Tuturan 154 dan 174 disusun oleh kruna alus madia seperti kata nggih; kruna alus mider seperti kata ten, kenten, dados, dados; kenten kruna mider seperti kata niki, jeg; kruna andap seperti kata tiang, pelih, sing, yen, bajang, sing, dadi, keto, pang, kenken, yen, cara, misi. Tingkat tutur basa alus sor merupakan bahasa yang digunakan untuk merendahkan diri ketika berbicara dengan wangsa yang lebih tinggi atau orang yang patut dihormati. Basa alus sor disusun oleh lengkara alus sor yang terdiri atas kruna alus sor, kruna alus mider, kruna mider, kruna andap. Terdapat 16 tuturan dialog penari arja sekaa arja widya aksara yang menggunakan basa alus sor. Penggunaan tingkat tutur basa alus sor muncul ketika penari Condong yang menjadi pelayan berbicara dengan Galuh Manis yang mempunyai kedudukan sebagai mekel tuturan 15; ketika Punta yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Wijil yang sama menjadi abdi parekan dari Mantri Buduh tuturan 33; ketika Wijil yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja tuturan 121; ketika Desak Rai yang menjadi pelayan berbicara dengan Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu tuturan 195; ketika Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu berbicara dengan Desak Rai yang menjadi pelayan tuturan 225. Tuturan 15; âinggih dane mekele luh yening kadi asapunika ngiring-ngiring kakauhang malancaran sira uning nak wastane orang sastra anak sastrawan ten kenten, ngrereh inspirasi kenten kabaosane mangkinâ. Iya mekele luh jika seperti itu mari kebarat jalan-jalan siapa tahu yang namanya orang sastra anak sastrawan kan gitu, mencari inspirasi gitu dikatakan sekarang. Tuturan 33 âNgajegang ne madan seni budaya Bali. Nunas tepuk tangan dumun penonton tepuk tangan Kuang keras! sangetan malih! ba ajak bedik pang nyak rameâ Melestarikan yang namanya seni budaya Bali. Mintak tepuk tangan dulu penonton tepuk tangan kurang keras! Kerasin lagi sudah bersedikit biar mau rameâ. Tuturan 121 âTitiang saking Gianyar, titiang saking desa lebih Gianyar. Sira uning ida dane naenin liwat ka Karangasem, Klungkung, simpang nggih ka pantai lebihâ. Saya dari Gianyar, saya dari desa lebih Gianyar. Siapa tahu kalian pernah lewat ke Karangasem, Klungkung, mampir ya di pantai lebihâ. Tuturan 195 âArta brana liu raga ngelahang, liu raga ngelah pasugihan meseh sumeleh ngelah panganggo mas, perak, cincin, apa ja sapatut saluire De rai. Nak ada ane kuangan De rai. Ada kuangan kene titiang De rai mone titiang liu ngelah mas-masan liu ngelah tanah, mobil, apa tagih tiang rereh tiang polih De rai, to ngranayang sungsut asane ada kuangan keneh gelaheâ. kekayaan banyak saya punya, banyak saya punya kekayaan kecantikan punya mas, perak, cincin, apa je itu De rai. Ada aja yang kurang De rai. Ada kurang gini saya De rai segini saya banyak punya mas-masan banyak punya tanah, mobil, apa yang saya cari saya dapat De rai, itu yang membuat saya sedih rasanya ada yang kurang perasaan sayaâ. Tuturan 225 âMula tiang liu ngelah kasugihan arta brana sing kuangan buk. Nika ane tiang kirang nika ane tiang lali beli. Kenken masih belin tiang, titiang nunas sinampura pang sing cara I cureng ngelah kasugihan ngelah tanah ngelah, mas ngelah arta brana to bakat anggon titiang marebat sareng atun titiangâ. Memang saya banyak punya kekayaan tidak kurang apa. Itu yang saya Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 58 kurang itu yang saya lupa kak. Gimana juga kakak saya, saya minta maaf supaya tidak seperti I cureng punya kekayaan punya tanah punya mas itu yang saya pakai berantem sama atasan saya Data-data tuturan di atas termasuk jenis tingkat tutur basa alus sor karena terdiri dari kalimat atau lengkara alus sor yang pada tuturan 15 disusun oleh kruna alus sor seperti kata ngiring, wastane; kruna alus mider seperti kata inggih, yening, sira, uning, ten, kenten, mangkin; kruna mider seperti kata sastra, kruna andap seperti kata luh. Tuturan 33 disusun oleh kruna alus sor seperti kata nunas; kruna mider seperti kata malih, dumun; kruna andap seperti kata madan, kuang, sangetan, ajak, bedik, pang, nyak. Tuturan 121 disusun oleh kruna alus sor seperti kata titiang; kruna alus mider seperti kata saking, sira, uning, simpang; kruna andap seperti kata liwat. Tuturan 195 disusun oleh kruna alus sor seperti kata titiang; kruna alus mider seperti kata rereh, polih; kruna andap seperti kata liu, ngelah, meseh, panganggo, apa, ada, ane, kuangan, kene. Tuturan 225 disusun oleh kruna alus sor seperti kata titiang, nunas; kruna alus mider seperti kata sareng; kruna mider seperti kata nika; kruna andap seperti kata tiang, liu, ngelah, sing, ane, beli, kenken, pang, cara, anggon. Beberapa data yang sudah dipaparkan tersebut menjadi ciri bahwa basa alus sor digunakan untuk merendahkan diri ketika berbicara dengan orang yang memiliki kedudukan atau wangsa yang lebih tinggi. Tingkat tutur basa andap merupakan bahasa yang rasa bahasanya biasa, tidak kasar, dan juga tidak halus yang digunakan saat berbicara dengan seseorang yang akrab, yang bersifat kekeluargaan, antar sesama wangsa, dan ketika golongan atas berbicara dengan golongan bawah. Basa andap disusun oleh lengkara andap yang terdiri atas kruna andap dan kruna mider. Terdapat 108 data tuturan dialog penari arja sekaa arja widya aksara yang menggunakan basa andap. Penggunaan tingkat tutur basa andap muncul ketika penari Wijil yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Punta yang sama menjadi abdi parekan dari Mantri Buduh tuturan 40, 46, 48; ketika Desak Rai yang menjadi pelayan berbicara dengan Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu tuturan 161 dan 164. Tuturan 40 âNe ba ngajahin nik-nike ane boya-boya ane tidong-tidong ane bahasa âfictoryâ keto. Nik-nike jani ajin bahasa Bali, keto nake ajahin tawang beliâ Ini dah yang ngajarin anak-anak yang aneh-aneh yang bahasa âficktoryâ gitu. Anak-anak sekarang ajarin bahasa Bali, gitu yang diajarin tau kakâ. Tuturan 46 âNyelek-nyelekan buin pesune. Yen jani baang beli cerik-cerike gending keto, sing kanggo. Cerik-cerike jani len gendingne. Ane kene to, ane misi gerakan to gendingane tiktokâ. Makin jelek aja keluarnya. Kalau sekarang anak-anak dikasih nyanyian gitu, tidak terima. Anak-anak sekarang beda nyanyiannya. Yang gini tu, yang berisi gerakan tu nyanyiannya tiktokâ. Tuturan 48 âSangkal cang masuk di IKIP tawang beli, cang masuk di IKIP jurusan bahasa Bali, jani cang dadi guru bahasa Bali, ngajar tiang bahasa Bali. Tawang beli, dilema cang ngajahin bahasa BaliâMakanya saya sekolah di IKIP tau kak, saya sekolah di IKIP jurusan bahasa Bali, sekarang saya jadi guru bahasa Bali, ngajar saya bahasa Bali. Tau kak, dilemma saya mengajar bahasa Baliâ. Tuturan 161 âAtu yen masolah ngudiang sing makecos, yen ngigel keto pakbyong keto gambele ngerti?âAtu kalau menari kenapa tidak loncat, kalau nari gitu pakbyong gitu gambelannya ngerti?â Tuturan 164 âYen makecos ulung gede bangken cang nyen, nyi nyak nanggung cang. Ija ngalih buin jegeg cara kene, ija ngalihâ Kalau loncat jatuh gede bangke saya nanti, kamu mau nanggung saya. Dimana nyarik cantic kayak gini, dimana nyariâ Data-data tuturan di atas termasuk jenis tingkat tutur basa andap karena terdiri dari kalimat atau lengkara andap yang pada tuturan 40, 46, dan 48 disusun oleh kruna andap seperti kata ane, tidong-tidong, keto, jani, tawang, beli, buin, yen, jani, baang, beli, cerik-cerike, gending, len, ane, kene, misi, sangkal, cang, tawang, beli, jani, dadi, tiang. Tuturan 161 disusun oleh kruna andap seperti kata yen, sing, ngigel, keto. Tuturan 164 disusun oleh kruna andap seperti kata yen, ulung, bangken, cang, nyak, ngalih, buin, cara, kene. Beberapa data yang sudah dipaparkan tersebut menjadi ciri bahwa basa andap biasa digunakan dalam kelompok pertemanan, yang usianya sama, pertemanan yang sangat dekat seperti keluarga dan digunakan ketika orang yang memiliki kedudukan atau wangsa lebih tinggi berbicara dengan orang yang memiliki kedudukan lebih rendah. Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 59 Tingkat tutur basa kasar merupakan bahasa yang rasa bahasanya kasar, yang digunakan pada keadaan atau kondisi marah atau jengkel, sehingga sering digunakan saat bertengkar dalam bercacimaki. Basa kasar disusun oleh lengkara kasar yang terdiri atas kruna andap, kruna kasar, dan kruna mider. Terdapat 30 data tuturan dialog penari arja sekaa arja widya aksara yang menggunakan basa kasar. Penggunaan tingkat tutur basa kasar muncul ketika penari Wijil yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja tuturan 101; ketika Punta yang menjadi abdi parekan berbicara dengan Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja tuturan 119; ketika Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja berbicara dengan Wijil yang menjadi abdi tuturan 126; ketika Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja berbicara dengan Punta yang menjadi abdi tuturan 137; ketika Mantri Buduh yang mempunyai kedudukan sebagai raja berbicara dengan Liku yang mempunyai kedudukan sebagai ratu tuturan 214. Tuturan 101 âNgae-ngae gen ci, magenep ci petaang dini. Bih, kene jagat dini meriah sajane 15 ribu penontone mbuh siu mangatus. Jil!â ada-ada saja kamu, semua kamu bicarakan di sini. Bih, gini keadaan di sini meriah sekali 15 ribu penontonnya lebih seribu lima ratus. Jil!â. Tuturan 119 âNika pun berjeg, vokal a,i,u,e,o,e nika jelas âbapak, kija, meli es tokeâ wi berjeg ada kedis bermekeber. Yen sing misi berjeg maslimputan bungut tiange mapetaâItu sudah berjeg, vokal a,i,u,e,o itu jelas âbapak, kemana, beli es tokâ wi berjeg ada burung terbang. Kalau tidak isi berjeg grengsut mulut saya ngomongâ. Tuturan 126 âAh aeng sakti bungut nak ditu ae. Yen cara ci ngerti ditu di gianyar, mu ci yen di tabanan mlanja âbuk meli nasi mangalai bene lenengâ trotoar ci kaput ditu, uwug bungut nake, ditu leneng to ane anggon negak-negak di sisin jalan pang ci nawangâ Ah sangat sakti mulut orang di sana ya. Kalau seperti kamu ngerti di sana di Gianyar, coba kamu di Tabanan belanja âbuk beli nasi lima ribu ikannya pisahâ trotoar kamu dibungkusin di sana, hancur mulut orang di sana, di situ leneng itu yang dipakai duduk-duduk yang di pinggir jalan biar kamu tahuâ. Tuturan 137 âBungut paon. Sing dadi keto nawang ci, nak dialek cange penuh senyum. Makane suud ngaturang pamuspan dipuroe bena ngomong penuh senyum âkak angukue nunas tirtae sareng bijae sane wenten ring sangkueâ. Mulut dapur. Tidak boleh gitu tahu kamu, dialek saya itu penuh senyum. Makanya habis menghaturkan sembah di pura saya bicara penuh senyum âkak angkue minta tirtae sama bijae yang ada di sangkueâ. Tuturan 214 âYen seken nyine sugih Diah Pitaloka, yen sing mula ci ngadep iba. Pwih seken nyi ngelah kasugihan sing nyidang nak luh membiayai diri sendiri, yen ulian ada jelema ane ngidupang nyaiâ Jika benar kamu kaya Diah Pitaloka, kalau tidak memang kamu menjual diri. Pwih benar kamu punya kekayaan tidak bisa perempuan membiayai diri sendiri, kalau tidak karena ada orang yang menghidupi kamuâ. Data-data di atas termasuk jenis tingkat tutur basa kasar karena terdiri dari kalimat atau lengkara kasar yang pada tuturan 101 disusun oleh kruna andap seperti kata gen, magenep, dini, nyen, kruna kasar seperti kata ci, petaang. Tuturan 119 disusun oleh kruna andap seperti kata kija, meli, ada, kedis, yen, sing, misi, tiange, kruna kasar seperti kata bungut, mapeta, kruna mider seperti kata nika. Tuturan 126 disusun oleh kruna andap seperti kata ditu, cara, di, yen, nasi, ane, anggon, negak, pang, nawang, kruna kasar seperti kata bungut, ci. Tuturan 137 disusun kruna andap seperti kata paon, sing, dadi, keto, nawang, kruna kasar seperti kata bungut, ci, bena, kruna mider seperti kata nunas. Tuturan 214 disusun oleh kruna andap seperti kata yen, seken, sugih, sing, ngelah, luh, ulian, ada, ane, kruna kasar seperti kata nyi, ci, iba, nyai. Beberapa data yang sudah dipaparkan tersebut menjadi ciri bahwa basa kasar digunakan pada keadaan atau kondisi marah atau jengkel, sehingga sering digunakan saat bertengkar dalam bercacimaki. Gambar 1. menunjukkan prosentase pemakaian jenis-jenis tingkat tutur sor singgih dalam tuturan penari arja sekaa arja widya aksara. Tuturan yang berupa kalimat yang paling banyak ditemukan yaitu jenis basa andap 51%, basa alus madia 20%, basa kasar 13%, basa alus singgih 9%, basa alus sor 7%. Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 60 Jika merujuk pendapat Narayana 198310, pemakaian tingkat tutur basa andap dalam bahasa Bali digunakan ketika berkomunikasi dengan orang yang memiliki kasta, jabatan lebih rendah dengan yang diajak berkomunikasi. Namun data-data basa andap yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa basa andap merupakan bahasa yang lumbrah digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari tidak memperhatikan perbedaan kedudukan. Contoh-contoh pemakaian jenis tingkat tutur basa andap seperti pada pembicaraan 40, 46, 48, 161, 164 menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan berkomunikasi disusun dari kata-kata yang lumbrah atau biasa digunakan ketika berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata seperti tidong-tidong, tawang, baang, kanggo, cang dan sangkal sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Agar lebih jelas, contoh tuturan 161 ditulis kembali. âAtu yen masolah ngudiang sing makecos, yen ngigel keto pakbyong keto gambele ngerti?â Atu kalau menari kenapa tidak lompat, kalau nari begitu pakbyong gitu gambelannya ngerti?â Data tuturan 161 menunjukkan bahwa Desak Rai sebagai abdi yang memiliki kedudukan lebih rendah berbicara dengan Liku menggunakan basa andap walaupun Liku memiliki kedudukan yang harus dihormati namun kedudukan tersebut tidak diperhatikan. Keberadaan tuturan tersebut memperkuat pendapat Suastra 1995 yang mengungkapkan bahwa basa andap sama seperti basa kapara atau basa Bali biasa yang tidak memperhatikan perbedaan kedudukan. Jika dikaitkan dengan lakon pementasan arja yang berjudul âSwarga Rohana Parwaâ, tentunya tidak bisa lepas dari kehidupan yang bersifat istana sentris yang seharusnya dicirikan dari penggunaan tingkat tutur sor singgih ketika berkomunikasi, yang seharusnya didominasi oleh penggunaan tingkat tutur basa alus singgih Suteja, 1997. Pendapat Suteja tersebut tidak sesuai dengan temuan penelitian ini karena prosentase pemakaian tuturan yang termasuk jenis basa alus singgih tidak banyak ditemukan, hanya 9%. Berdasarkan analisis dan pengamatan peneliti ketika menonton langsung pementasan arja tersebut, para penari sedikit sekali yang berkomunikasi menggunakan basa alus singgih. Hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh kaitan pementasan arja tersebut yang dipentaskan dalam rangka kaitan dengan bulan bahasa Bali tahun 2020. Pesan yang diutamakan dalam pementasan arja tersebut adalah bagaimana melestarikan bahasa Bali agar generasi muda tidak malas dan takut berbahasa Bali. Jadi pilihan jenis sor-singgih bahasa Bali yang sesuai dengan kondisi tersebut dan keberterimaan situasi penutur saat ini adalah tingkat tutur basa andap yang lumbrah digunakan ketika berkomunikasi sehari-hari dan tidak terikat dengan kedudukan. Jika dipaksakan menggunakan tingkat tutur basa alus singgih maka sebagian besar penonton yang merupakan generasi muda akan sulit memahami karena kata-kata yang menyusun tingkat tutur basa alus singgih sudah sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. SIMPULAN Berdasarkan analisis jenis tingkat tutur sor singgih pada dialog penari arja sekaa arja widya aksara ditemukan 228 data tuturan yang terdiri dari 20 tuturan termasuk ke dalam basa Gambar 1. Prosentase pemakaian jenis-Jenis tindak tutur Bahasa Bali Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 61 alus singgih, 46 tuturan termasuk ke dalam basa alus madia, 16 tuturan termasuk ke dalam basa alus sor, 108 tuturan termasuk ke dalam basa andap, dan 30 tuturan termasuk ke dalam basa kasar serta 8 tuturan tidak teridentifikasi jenis tingkat tuturnya. Tuturan yang berupa kalimat yang paling banyak ditemukan yaitu jenis tingkat tutur basa andap 51%, basa alus madia 20%, basa kasar 13%, basa alus singgih 9%, basa alus sor 7%. Jika dikaitkan dengan lakon pementasan arja yang berjudul âSwarga Rohana Parwaâ, tentunya tidak bisa lepas dari kehidupan yang bersifat istana sentris yang seharusnya dicirikan dari penggunaan tingkat tutur sor singgih ketika berkomunikasi, yang seharusnya didominasi oleh penggunaan tingkat tutur basa alus singgih Suteja, 1997. Pendapat Suteja tersebut tidak sesuai dengan temuan penelitian ini karena prosentase pemakaian tuturan yang termasuk jenis basa alus singgih tidak banyak ditemukan, hanya 9%. Berdasarkan analisis dan pengamatan peneliti ketika menonton langsung pementasan arja tersebut, para penari sedikit sekali yang berkomunikasi menggunakan basa alus singgih. Hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh kaitan pementasan arja tersebut yang dipentaskan dalam rangka kaitan dengan bulan bahasa Bali tahun 2020. Pesan yang diutamakan dalam pementasan arja tersebut adalah bagaimana melestarikan bahasa Bali agar generasi muda tidak malas dan takut berbahasa Bali. Jadi pilihan jenis sor-singgih bahasa Bali yang sesuai dengan kondisi tersebut dan keberterimaan situasi penutur saat ini adalah tingkat tutur basa andap yang lumbrah digunakan ketika berkomunikasi sehari-hari dan tidak terikat dengan kedudukan. Jika dipaksakan menggunakan tingkat tutur basa alus singgih maka sebagian besar penonton yang merupakan generasi muda akan sulit memahami karena kata-kata yang menyusun tingkat tutur basa alus singgih sudah sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Bagus, I Gusti Ngurah. 1981. âKedudukan dan Fungsi Bahasa Baliâ. Laporan Penelitian Pusat Pendidikan dan Pengembangan Bahasa, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta Kencana. Isodarus, Praptomo Baryadi. 2020. Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Sebagai Representasi Relasi Kekuasaan Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 14, Nomor 1 hlm 1-29. Kersten, SVD. 1970. âWarna-warna Bahasa Baliâ, dimuat dalam Tata Bahasa Bali. Ende Flores, Arnoldus. Medera, I Nengah dkk. 2003. Imba Mabebaosan Ngangge Bahasa Bali. Denpasar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Meliningsih, Kadek. 2016. Nureksain Sor Singgih Sane Kaanggen Ring Dialog Pragina Pupulan Satua Bawak Pikardin I Gusti Putu Antara. Skripsi tidak diterbitkan. Pendidikan Bahasa Bali, UNDIKSHA. Naryana, Ida Bagus Udara. 1983. Anggah Ungguhing Basa Bali dan Peranannya Sebagai Alat Komunikasi Bagi Masyarakat Suku Bali. Denpasar Fakultas Sastra Unud. Oktaviani Saputri, Rike; Sariono, Agus; Rochiyati, Erna. 2018. Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Oleh Masyarakat Etnik Madura Di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. PUBLIKASI BUDAYA, Volume 6, Nomor 2 hlm 159-164. Pratiwi, I Gusti Ayu Putu Budi Saraswati. 2016. Nureksain Sor singgih Ring Drama Palakarma Sane Kaketus Saking Kembang Rampe Kasusastraan Bali Anyar Wewidangan II Warsa 1978. Skripsi tidak diterbitkan. Pendidikan Bahasa Bali, UNDIKSHA. Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia . Bandung PT Refika Aditama. Jurnal Pendidikan Bahasa Bali 62 Rizky, N. A., & Dwi, P. 2019. Tingkat Tutur Bahasa Jawa dalam Film Kartini. Kawruh Journal of Language Education, Literature, and Local Culture, Volume 1, Sholihah, R. A. 2020. Tingkat Tutur Bahasa Jawa Mahasiswa Pgmi Insuri Ponorogo. Naturalistic jurnal Kajian Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 4, Nomor 2b. Suasta, Ida Bagus Made. 2001. âRasa Basa Baliâ. Prosiding. Kumpulan Makalah Kongres Bahasa Bali V. Denpasar Fakultas sastra Unud, Program S2, S3 Linguistik dan Kajian Kebudayaan Unud dan IKIP Negeri Singaraja, 13-16 November 2001. Suwija, I. N. 2014. Tata Titi Basa Bali. Denpasar Pelawa Sari. Tantra, Dewa Komang. 2006. âBahasa, Aksara, dan Sastra Bali dalam Pendidikanâ. Denpasar Makalah Kongres Bahasa Bali VI. Tim Peneliti Fakultas Sastra UNUD. 1979. Unda-usuk Bahasa Bali. Jakarta Pusat Pengembangan dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Trahutami, Sriwahyu Istana. 2016. Pemlihan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Pada Masyarakat Desa Klapaduwur Blora. Culture, Volume 3, Nomor 1. Winarsa, I Komang. 2018. Sor singgih Ring Sesolahan Wayang Cenk Blonk Lakon Sutha Amerih Bapa. Skripsi tidak diterbitkan. Pendidikan Bahasa Bali, UNDIKSHA. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Kualitatif Komunikasi, EkonomiBurhan BunginBungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta KerstenKersten, SVD. 1970. "Warna-warna Bahasa Bali", dimuat dalam Tata Bahasa Bali. Ende Flores, Mabebaosan Ngangge Bahasa Bali. Denpasar Dinas Kebudayaan Provinsi BaliMederaNengah DkkMedera, I Nengah dkk. 2003. Imba Mabebaosan Ngangge Bahasa Bali. Denpasar Dinas Kebudayaan Provinsi Sor Singgih Sane Kaanggen Ring Dialog Pragina Pupulan Satua Bawak PikardinKadek MeliningsihMeliningsih, Kadek. 2016. Nureksain Sor Singgih Sane Kaanggen Ring Dialog Pragina Pupulan Satua Bawak Pikardin I Gusti Putu Antara. Skripsi tidak diterbitkan.Nureksain Sor singgih Ring Drama Palakarma Sane Kaketus Saking Kembang Rampe Kasusastraan Bali Anyar Wewidangan II Warsa 1978. Skripsi tidak diterbitkanI Gusti Ayu Putu Budi PratiwiSaraswatiPratiwi, I Gusti Ayu Putu Budi Saraswati. 2016. Nureksain Sor singgih Ring Drama Palakarma Sane Kaketus Saking Kembang Rampe Kasusastraan Bali Anyar Wewidangan II Warsa 1978. Skripsi tidak diterbitkan. Pendidikan Bahasa Bali, Kalimat dalam Bahasa IndonesiaIda PutrayasaBagusPutrayasa, Ida Bagus. 2009. Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Bandung PT Refika Tutur Bahasa Jawa Mahasiswa Pgmi Insuri Ponorogo. Naturalistic jurnal Kajian Penelitian Pendidikan Dan PembelajaranR A SholihahSholihah, R. A. 2020. Tingkat Tutur Bahasa Jawa Mahasiswa Pgmi Insuri Ponorogo. Naturalistic jurnal Kajian Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 4, Nomor Basa Bali". Prosiding. Kumpulan Makalah Kongres Bahasa Bali V. Denpasar Fakultas sastra Unud, Program S2, S3 Linguistik dan Kajian Kebudayaan Unud dan IKIP Negeri SingarajaIda SuastaBagus MadeSuasta, Ida Bagus Made. 2001. "Rasa Basa Bali". Prosiding. Kumpulan Makalah Kongres Bahasa Bali V. Denpasar Fakultas sastra Unud, Program S2, S3 Linguistik dan Kajian Kebudayaan Unud dan IKIP Negeri Singaraja, 13-16 November Aksara, dan Sastra Bali dalam PendidikanDewa TantraKomangTantra, Dewa Komang. 2006. "Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dalam Pendidikan". Denpasar Makalah Kongres Bahasa Bali VI.
Uploaded bygung 0% found this document useful 0 votes1K views16 pagesDescription-Original Titlesor singgihCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes1K views16 pagesSor SinggihOriginal Titlesor singgihUploaded bygung Description-Full descriptionJump to Page You are on page 1of 16Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 6 to 14 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
ï»żThe Balinese language is historical evidence for Balinese people who are domiciled as a vehicle for Balinese cultural expression, in which aesthetic, religious, social, political, and other aspects of Balinese life are recorded. The Balinese language is one of the regional languages that has a multi-level language system anggah-ungguhing basa/sor singgih basa Bali. The purpose of this study was to provide elementary school students with an understanding of the importance of learning the Balinese language asSor Singgih as Balinese culture. The method used in this study is a qualitative method with interview and observation techniques. The results of this research are that it is important for us to teachSor Singgih Balinese language to students, in addition to communicating with other people, we can also introduce the culture of the Balinese language to others. this can be done by using a short storybook, sample stories can make it easier for students to understandSor Singgih Baline...
sor singgih basa bali dan contohnya